SEPAK bola kita sedang mabuk dan memabukkan. Tidak saja pemain yang mabuk di lapangan, tetapi lebih banyak lagi yang mabuk di luar lapangan. Kemenangan sempurna dalam laga penyisihan dan semifinal Piala Suzuki dulu Piala Tiger membuat pemain mabuk ekspose. Tiba-tiba para pemain tim nasional menjadi selebritas yang dielu-elukan. Publik Indonesia, termasuk para pemimpin dan elite serta media massa, merasa timnas seolah-olah telah menjadi juara dunia.
Banyak waktu dihabiskan di luar lapangan. Mulai wawancara dengan media, sarapan pagi dengan keluarga yang mengaku telah berjasa banyak dalam sepak bola, hingga istigasah. Mabuk kemenangan dan ekspose akhirnya benar-benar memabukkan ketika timnas ditekuk Malaysia tiga gol tanpa balas. Markus, sang penjaga gawang, mabuk karena matanya diganggu sinar laser penonton yang iseng. Di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Malaysia, timnas Indonesia tidak lebih dari pasukan teler.
Tetapi, mabuk terparah justru terjadi di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, bukan pada saat pertandingan, melainkan dalam rebutan tiket untuk pertandingan leg kedua besok. Massa kehilangan akal sehat atas nama kebanggaan pada tim 'Garuda'. Para pemimpin memakluminya sebagai gejala bagus munculnya nasionalisme yang telah defisit. Stadion dirusak, rumput diinjak, dan petugas tiket digebuk sampai pingsan. Bahkan ada pengantre yang meninggal.
PSSI membuktikan diri sebagai organisasi yang tidak tahu kerja. Molor waktu penjualan, petugas karcis yang tidak berimbang dengan jumlah peminat, serta kealpaan para pemimpin yang bertanggung jawab di lapangan melengkapi inkompetensi PSSI. Masih ada harapan timnas menjadi juara, walaupun sangat tipis karena harus mengalahkan Malaysia dengan selisih empat gol besok malam di Gelora Bung Karno. Segala sesuatu yang overdosis pasti akan menimbulkan malapetaka. Manakah bagian dari timnas yang overdosis itu?
Publik, para pemimpin, dan elite terlalu banyak menyeret sepak bola kita ke urusan di luar lapangan atas nama macam-macam kepentingan. Padahal, sepak bola itu adalah, terutama, persoalan kompetensi di lapangan permainan.
Publik dan pemimpin harus menggunakan akal sehat mengapresiasi kemenangan dan kekalahan. Proporsionalitas akan menyelamatkan kualitas sepak bola karena dia hidup di tengah publik yang berkualitas juga. Hanya seorang drunken master yang makin hebat ketika semakin mabuk. Timnas kita, termasuk publik dan pemimpin, akan menderita kalau semuanya mabuk.
pemudatg kata: Hanya satu perlawanan bola sepak dan maruah mereka akan lebih tercalar sekiranya sikap yang tidak bermaruah ditunjukkan oleh peminat yang mabuk ini.
No comments:
Post a Comment